No woman can call herself free who does not control her own body. —Margaret Sanger
......Menindik telinga saat ia masih kecil, saat ia belum bisa setuju atau tidak setuju adalah salah satu pelanggaran besar
Waktu itu, karena dorongan berkemih, saya menitipkan Lilo pada partner, yang sedang kedatangan tamu. Seusainya, ketika saya hendak mengambil alih karena sudah waktunya tidur...'Cowok mah ngumpulnya di sini, sama bapak dan om!' kata kawan partner pada Lilo.
'Eh, anak gue cewek,lho!' jawab partner sembari cengar-cengir.
'Oh, kirain. Nggak pake anting sih...'
...
Anyway, bukan sekali dua kali orang mempertanyakan keputusan saya dan partner untuk tidak menindik telinga Lilo. Dan jawaban kami selalu sama 'Sakit, ah! Kasian!' Dan seperti yang sudah bisa ditebak, pasti jawaban orang-orang,'Ih mending pas masih kecil, nggak sakit. Kalau udah gede kan udah kerasa sakitnya...'
Kami berdua menanggapi dengan cengiran (..dan kalau saya sih, tentunya sambil bertanya-tanya, lah memangnya iya, kalau masih kecil ditindik jadi nggak sakit? Tau dari siapa?)
Namun, sesungguhnya alasan kami bukan hanya itu. Kami berdua sepakat untuk memberikan otonomi tubuh pada Lilo. Bagi kami, tubuhnya adalah miliknya, apa pun yang akan dilakukan pada tubuhnya, harus berdasarkan pengetahuan dan persetujuan dirinya. Menindik telinga saat ia masih kecil, saat ia belum bisa setuju atau tidak setuju adalah salah satu pelanggaran besar dari kesepakatan ini.
Mengapa otonomi terhadap tubuhnya penting?