Laman

Senin, Juni 25, 2018

Mencari Dokter Spesialis Anak Itu Lebih Ribet Dari Cari Jodoh.

In addition to having a good partnership with a good doctor, you have to do some of the work yourself. Go online, read about it, and find out what you can tolerate. - Teri Garr


....Nggak percaya diagnosis dokter itu nggak dosa, plus nggak nurut disuruh cek ini itu sama dokter bukan juga belagu dan sotoy.
“Mau pakai dokter anak siapa, Bu?” tanya seorang suster, ketika saya sedang dicek darah, dua jam sebelum sectio.

Saya bengong beberapa jenak.

“Dokter anak untuk menangani anak ibu, sesudah dilahirkan.” Suster menambahkan, mungkin karena melihat tampang saya begitu bloonnya.

Selama kehamilan, saya sih rajin ke obgyn, demi kesehatan kehamilan. Riset obgyn-nya begitu seksama, nyari yang paling bikin saya nyaman dan percaya. Seriuslah, nyarinya.

Tapi, entah kenapa kok nggak kepikir soal dokter anak ya? Bloon banget. Kan yang dilahirkan seorang anak, ya kudu ditangani dokter anak.Saat itu pula saya pengen ngeplak-ngeplakin kepala sendiri.
 
Suer saya nggak ngeh. Dan saya juga nggak banyak tanya ini dan itu ke orang-orang. Hedeuh.

“Ngng, ada siapa aja gitu?” tanya saya perlahan. Ya sudahlah, mari memilih dokter dengan menghitung kancing baju.

Suster menyebutkan beberapa nama.

Eeny, meeny, miny, moe,
Catch a tiger by the toe.
If he hollers, let him go,
Eeny, meeny, miny, moe.

Dan saya memilih satu nama. Oh so random. Sebut saja dokter S.

Dokter S yang nggak pro ASI dan tempat praktiknya yang nggak banget.
Selama proses melahirkan, saya nggak menemukan hal yang mengganjal dari dokter S ini. Yaeyalaah, di meja operasi manalah mikir yang nggak-nggak.

Saya baru merasa ada yang aneh, di pagi hari, beberapa jam setelah melahirkan, saat itu beliau hendak memberitahukan kondisi anak saya.

Lilo baik-baik saja katanya. Cuma saya menemukan kejanggalan saat beliau ‘menyarankan’ untuk memberikan sufor buat Lilo.

Wait.

Bukannya rumah sakit ini rumah sakit yang pro ASI ya? Kenapa dokter S, sebagai dokter anak di tempat ini malah menawarkan sufor?

“Ya karena kalau baru melahirkan biasanya ASI belum keluar, nanti bayinya dehidrasi…”

Aslik, saya ilfil.

Biar pun modalnya 'cuma' website parenting dan yang sejenis, saya tahu kalau bayi baru lahir masih memiliki cadangan makanan dalam tubuhnya yang berasal dari plasenta selama dalam rahim. Satu-satunya yang dibutuhkan olehnya adalah kolostrum, alias ASI awal yang berfungsi sebagai imunisasi pertama.

Kolostrum mulai diproduksi pada trimester kedua kehamilan, dan terus diproduksi sampai kelahiran. Untuk beberapa ibu, kolostrum telah keluar di trimester 3, tapi kalau ada ibu-ibu lain yang baru mengeluarkan kolostrum pada hari ke 2 – 3 setelah melahirkan, ya normal juga.

Sementara dia 'nawarin' sufor saat baru beberapa jam banget saya melahirkan. Kan jadi suudzon sayanya. Ini saya (dibikin) panik biar apa nih? Dia disponsori produsen sufor yang mana nih? Haha, maab jadi negating thinkive

Dan coba tebak, saya baru tahu kalau dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.15 Tahun 2014, ternyata ada lho sanksi yang bisa dikenakan kepada tenaga kesehatan yang mempromosikan susu formula dan produk lainnya yang bisa menghambat pemberian ASI. Ha! Laporin, aja gitu?

Keilfilan ini bertambah saat seminggu kemudian, saya harus check up Lilo pertama kali. Saya nggak suka sama tempat praktiknya. Biasa aja sih, tapi pasiennya banyak BANGET! Saking banyaknya, sampai sekali panggil bisa 5 orang, kemudian di-antriin di dalam ruang praktik. Mau nanya-nanya pun jadi nggak leluasa, karena berasa dikejar-kejar pasien berikiutnya.

Dokter L yang bersemangat.
Lalu setelah ilfil dengan dokter S, saya pindah ke dokter L, atas saran kawan baik saya. Wah senangnya, ibu dokter ini periang sekali, dan sangat suka menjelaskan. Apa pun pertanyaan saya, pasti dijawab dengan detail. Dia antusias dan energik.

Sebagai ibu baru yang sering panikan dan selalu punya banyak pertanyaan dalam benak, tentunya saya berasa menemukan jodoh dong ya?

Untuk sementara saya memilih dokter L sebagai dokter andalan.

Cerita dokter SN yang konselor laktasi
Bukan berarti setelah dapat jodoh, saya kemudian setia sih ya? Saya mah setia pada partner aja lah! Ribet urusannya kalau nggak. #eh

Anyway, karena sangat ingin sakseis memberi ASIX, saya mencari dokter yang pro ASI sekaligus konselor ASI, supaya kalau galau soal menyusui, tinggal nanya-nanya. Ada rekomendasi teman saya soal dokter lain lagi.

Okeh, saya pun mencoba.

Senang sekali saya banyak dapat support soal ASI dari dokter SN. Dia jelasin dari makanan apa yang bisa meningkatkan produksi ASI, manajemen ASI sampai tips dan trick yang kepake banget soal pumping.

Jadi DSA-nya Lilo ada dua nih : dr L dan dr SN.

Masalah beres?

Belum.

Kemudian, satu hari Lilo diare. Konon bayi diare karena ‘hobi’nya masuk-masukin tangan ke mulut, dan kebetulan tangannya nggak higienis.

Saya ke dokter SN nih, dikasih antibiotik. Selama seminggu pengobatan, nggak sembuh.

Lebaynya dr. L bikin saya harus test HIV dan patah belikat.
Sebagai mamak-mamak baru, yang sangat tidak berpengalaman, ngeliat feses Lilo teksturnya tetap cair, padahal sudah minum antibiotik ya khawatir lah ya? Akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke dr. L, karena berpikir dr SN itu cuma jago jadi konselor laktasi tapi nggak jago jadi dokter. (APASIH? :D)

As usual, dokter L menjelaskan dengan energik. Lilo disuruh tes ulang feses, dan dikasih antibiotik lagi.

Oke, walau pun saya agak gimana ngeliat Lilo dikasih antibiotik lagi, ya sudahlah. saya masih berpikir : doctors know best.

Seminggu, diarenya sempat membaik, terus diare lagi.

Saya balik lagi ke dokter L. Dese entah kenapa menampakkan reaksi panik, semacam ‘Waduh, kok nggak sembuh ya?’

Lah, pasiennya kan jadi parno.

Kemudian dese melontarkan berbagai macam kemungkinan, sampai ngomong ‘Ini sih pait-paitnya aja ya, bisa juga anak ibu itu immunodefisiensi. Atau kekurangan daya imun tubuh, ini kelainan bawaan…’

Jreng.

Denger gitu saya mau nangis. Dokter L merujuk Lilo untuk ke lab, cek feses lanjutan plus periksa darah.

Nah,saya bencik banget-banget ketika Lilo harus diperiksa darah. Ya ampun, sedihnya luar biasa ngeliat darah dipaksa keluar dari ujung jarinya, karena pembuluh darah di lengannya nggak kelihatan. Lilo nangis luar biasa histeris dan memilukan. Dan saya... nangis nggak berhenti-berhenti, karena sedih dengar dia kesakitan, plus karena merasa bersalah nggak bisa menjaga Lilo supaya tetap sehat.

Setelah ada hasil tes feses lanjutan dan tes darah, sempat ganti obat, tapi belum sembuh. Ke lab lagi, ganti obat lagi. Ada kali sebulan setengah kayak gitu. Bikin stress aja.

Saya merasa hidup saya berakhir ketika puncaknya dia malah nyuruh saya untuk tes HIV. Waktu itu sudah kalut berat, jadi alih-alih mencari second opinion, saya main nurut aja disuruh nganu-nganu sama dokter L.

Nah, masalah muncul di sini. saya selalu merasa gaya hidup saya nggak masuk grup berisiko terkena HIV. Namun, sebelum tes ternyata ada sesi konseling juga dengan suster plus semacam biarawati (?), semacam mempersiapkan mental gitu.  Saya diajak ngobrol panjang, yang bikin saya kayak diingetin lagi, bahwa tindakan tattoo dan tindik bisa jadi sarana penularan HIV (sementara saya punya dua-duanya...Eaak!), saya disuruh curhat. Digituin, yang tadinya optimis nggak kenapa-kenapa, ujug-ujug ngerasa bahwa saya itu HIV positif.

Kzl-nya, hasil tesnya nggak langsung keluar. saya disuruh kembali ambil hasil besoknya, artinya ada waktu semalam untuk mikir. Nah, jeleknya, kemudian saya bikin skenario sendiri kalau saya HIV positif. Hidup hancur, Lilo hancur, suami hancur, keluarga hancur.

Saking tenggelamnya dalam skenario sendiri, saya sampai nggak konsen dan kepleset saat menggendong Lilo. Karena nggak mau Lilo jatuh, saya berusaha untuk memeluk Lilo rapat-rapat dan menjatuhkan diri di…bahu. Kena ujung tempat tidur. Sakitnya, janganlah ditanya.

Hasilnya? Belikat saya patah.

Apes bener ye idup?

Lalu begitu besoknya tesnya keluar….

Hasilnya negatif.

Mamam deh itu skenario.

Ini harus ketawa atau nangis nih yang pas?

Anyway, selama sebulan setelah belikat saya patah, saya masih belum nemuin kenapa Lilo diare nggak kelar-kelar. Sebagai catatan, berat badan dia sebenarnya nggak turun juga, tetep aja mollig, Cuma fesesnya lembek.

Dokter K Yang Irit Kata
Ipar saya menyarankan agar Lilo dibawa ke dokter yang senior, lebih banyak pengalaman. Ia merekomendasikan dokter anak andalannya, sejak anaknya (yang sekarang remaja) masih bayi.
Menurutlah saya.

Tapi belum juga masuk ke dalam ruang praktik, saya udah ilfil. Di jam praktiknya, beliau belum datang. Dan saya dibikin nunggu selama dua jam.

Ketika dia meriksa dan bilang ‘Anak ibu nggak kenapa-kenapa. Feses sih kan macam-macam, ada yang lunak, ada yang agak padat.’

Dese tenaaang sekali.

Setelah sekian lama dibombardir dengan banyak kemungkinan penyakit dan kelainan yang bikin saya nangis-nangis, seharusnya dibilang ‘Nggak kenapa-kenapa’ dengan tenang itu melegakan ya?

Tapi ini enggak, karena dokter K irit ngomong. Pertanyaan-pertanyaan saya, semuanya nggak ada yang dijawab dengan memuaskan.

Er, saya kan masih nggak tenang ya?

Prof. dr. Azhali MS.spAk Yang Tenang Tapi Menjawab.
Saya mencoba menurut apa yang dibilangin ipar : cari dokter yang senior. saya mencari yang maha senior menurut versi saya. Yaitu cari yang professor dokter. Sekalian lah! Saya ke Prof.dr.Azhali MS.SpAk
 
Entah mungkin terpengaruh gelarnya, entah juga karena pembawaannya, entah juga karena cara dia menjawab yang lugas tapi gak lebay, saya ngerasa tenaaaang banget dan optimis, Lilo bakal sembuh.

Dia lihat kertas hasil uji lab, memeriksa Lilo dengan seksama, bukan dicek dengan stetoskop doang, tapi diraba perutnya dan lain-lain. Lalu dia bilang ‘Nggaklah, hasil kayak begini itu terlalu cepat untuk diputuskan imunodefisiensi. Tapi USG aja dulu. Kita lihat apakah ada masalah dengan ususnya.’

DOKTER L! &^$^#&^$&@$*&!!!

Aslik saya mengumpat panjang lebar dalam hati, nyumpah-nyumpahin dr. L.

Lilo di-USG, dan tidak terlihat ada kelainan dari struktur usus dan lain-lain. Ketika kembali lagi, dr Azhali langsung ngasih obat.

Saya masih penasaran dong, jadi nanya kenapa diare Lilo nggak sembuh-sembuh. Menurutnya itu karena infeksi berulang. Kemungkinan Lilo sudah sembuh beberapa kali, tapi karena nggak terjaga kebersihan tangannya, kena lagi, kena lagi.

Dia ngasih satu obat racik.

Seminggu, sembuh. Pup Lilo normal kembali.

AMAZIIIING!

Sekarang sih, kalau sakit, Lilo saya bawa ke Prof.dr. Azhali. Tapi kalau mau imunisasi doang, ya ke dokter atau bidan di salah satu rumah sakit kondyang Bandung,

Dari perjalanan mencari dokter ini, ada beberapa ‘pelajaran’ yang saya dapat soal cari dokter

  • Selama kehamilan, bisa dimulai survey tentang dokter spesialis anak. Sekarang sudah ada internet dan forum para Bunda banyak, ya tinggal cari saja. Seleksi dokter-dokter yang mendapat review positif terbanyak.
  • Cari dokter yang pro-ASI. Karena ternyata rumah sakit pro ASI aja nggak cukup. Dokter yang pro ASI bakal memotivasi dengan segala cara agar seorang ibu bisa menyusui.
  • Dokter anak itu cocok-cocokan, sesuaikan dengan style komunikasi preferensi orangtua. saya senang bertanya dan selalu menuntut jawaban, jadi saya lebih suka yang komunikatif. Tapi ada teman saya yang nggak suka dokter bawel, jadi carilah dokter pendiam.
  • Ada dokter favorit yang konon katanya sakti mandraguna bisa menyembuhkan penyakit dengan cepat. Dokter kayak begini ini banyak pasiennya. saya nggak mau, karena kalau kebanyakan pasien, saya nggak leluasa nanya-nanya.
  • Nggak percaya diagnosis dokter itu nggak dosa, plus nggak nurut disuruh cek ini itu sama dokter bukan juga belagu dan sotoy. Dokter juga manusia, bisa khilaf. Damn, you dr. L. Jadi, nggak salah untuk nyari 2nd opinion. saya nyesel nggak nyari 2nd opinion sewaktu Lilo disuruh periksa darah di lab. Aduh, asli beneran liat anak usia 6 bulan kurang diambil darah itu…sediiih banget. saya juga nyesel nurut dites HIV yang bikin galau.
  • Saya pada akhirnya berpendapat, ‘senioritas’ dokter itu penting. Semakin lama seorang dokter berpraktik menjadi dokter, semakin banyak pula ia menghadapi berbagai macam keluhan. Jadi ((( vocab ))) keluhan dia untuk mendiagnosa dengan tepat.

Jadi, buibuk, sudah ganti DSA berapa kali? Dan sekarang DSA andalannya siapa? :)

Selasa, Juni 05, 2018

Tips and Trik Ngasih Obat Buat Anak


Looking after a very sick child was the Olympics of parenting. - Chris Cleave

....Teorinya 'nipu' anak nggak baik dan saya setuju, seharusnya orangtua jangan ngibulin anak, untuk membangun kepercayaannya pada kita.... kecuali kalau kepepet atau desperate. HAHA!
Teman saya pernah bilang, 75% energi kita bakal terkuras saat anak sakit. Dan... dia benar, buibuuk! Awal Mei kemarin, akhirnya saya ngalamin sendiri gimana rasanya! Lilo radang tenggorokan. Kalau dialami orang dewasa masih lah bisa disebut 'cuma radang tenggorokan' dan kehidupan masih bisa berlangsung seperti biasa, tapi begitu yang menderita anak 2 tahun...... kelar. Mendadak kehidupan keluarga saya jadi rusuh, dan rumah dari ujung ke ujung berantakannya ampun-ampunan.

Seperti pernah saya ceritakan, keluarga saya nggak pakai pembantu, lalu pada saat yang bersamaan, saya pun memasuki minggu padat merayap karena ada sidang sarjana di kampus.

Yasalam.

*nangis*

Yang saya alami adalah, secara fisik super lelah dan ngantuk, sampai rasanya pengin ngesot setiap harus ke kantor. Secara emosi? Nggak karu-karuan, campur aduk. Sedih iya, khawatir iya, jengkel dan marah iya (karena anak mendadak rewel, susah tidur plus pengin digendong semalam suntuk.)

Salut buat semua ibu yang anaknya pernah/sedang sakit parah. Semoga kalian semua diberi kekuatan.

Anyway, salah satu hal yang bikin saya kzl adalah minum obat. Buset, itu susah bener anak saya disuruh minum obat. Saya sampai desperate, karena sampai 24 jam setelah ke dokter, dia mingkem maksimal minum obat. Dibujuk apa pun gak mau, ditipu gak berhasil.

Karena desperate, sebagai buibuk era media sosial, akhirnya saya sharing problem dan minta tolong tips and trick ngasih obat ke anak. Eh, dapet beberapa. Saya praktikkan dan ada satu yang berhasil.

Makanya saya mau share di sini, siapa tahu ada buibuk yang membutuhkan. Oh iya, nggak semua saya muat ya, karena banyak saran yang mirip-mirip :

1. Ngibul bahwa yang mau diminum adalah madu. (http://www.instagram.com/glyceriaayu)
2. Pakai spuit, pertama spuit-nya dikasih minuman kesukaan anak, setelah itu tukar obat (http://www.instagram.com/maybabyrent)
3. Dicampur ke makanannya, tapi tanya dulu ke dokter, makanannya boleh dicampur makanan atau enggak (http://www.instagram.com/adikmaria)
4. Campurin air putih sampai seperempat gelas, dikasih dengan sendok atau langsung dari zippy-cup-nya. Untuk pengalihan isu, sambil nonton, gambar atau main. (http://www.instagram.com/jaiko_gecko)
5. Dipaksa aja, tapi dikasih di ujung tenggorokannya supaya nggak ada kesempatan kecicip obatnya (http://www.instagram.com/dianiapsari)
6. Obatnya dicelupin ke lolipop (http://www.instagram.com/an_tania_)
7. Campur ke jus buah atau simple syrup. Simple syrup dijual di apotek, ada rasa jeruk dan strawberry (http://www.instagram.com/d7quack)
8. Liatin Youtube anak-anak lagi minum obat (http://www.instagram.com/aisha_arsy)
9. Pakai suntikan (tanpa jarumnya tentuuu) (http://www.instagram.com/perthykasih)
10.
http://www.instagram.com/yerapermata


Jadi, mana yang saya pakai dan berhasil?

Tadinya saya mengandalkan tipuan kotak minuman nomer 10, saya pikir itu ide yang paling brilian dan pasti berhasil, tapi ternyata enggak.

Yang berhasil adalah combo nomor 1 dan 4. Jadi obatnya saya larutkan lagi dengan air madu, lalu saya sendokin sedikit-sedikit, sambil bilang "Ini air madu, Lil!". 

Tadinya saya agak enggan mencoba untuk melarutkan obat ke air, takutnya dosis atau apalah-apalah berkurang dan efek obat jadi nggak manjur. Baru saya coba di hari ke dua minum obat, setelah hari pertama dramanya edan.

Iye, memang jatuhnya jadi nipu. Teorinya 'nipu' anak nggak baik dan saya setuju, seharusnya orangtua jangan ngibulin anak, untuk membangun kepercayaannya pada kita.... kecuali kalau kepepet atau desperate. HAHAHA.

Semoga berguna ya buat ibu-ibu yang anaknya sedang sakit dan ngadepin drama minum obat! :)

:)

Senin, Juni 04, 2018

#Modyarhood : Beranteman Ala Anak-anak.


Wishing to be friends is quick work, but friendship is a slow ripening fruit. - Aristotle 


Eaak, belum juga posting yang lain, sudah harus posting Modyarhood. Apa blog ini ganti namanya jadi modyarhood aja gitu? :))

Sekedar mengulang, untuk yang baru dengar istilah #modyarhood, ini adalah blogging project saya bareng Puty. Intinya kami berdua akan membuat blog-post dengan tema-tema seputar motherhood, dari sudut pandang kami berdua. Lalu, kami mau mengajak ibu-ibu blogger lainnya untuk posting tulisan dengan tema yang sama. Ya tujuannya sih untuk melihat banyak variasi sudut pandang soal menjadi ibu, agar wawasan kita terus bertambah. TSAH!

Anyway, sudah ada 4 topik yang kami inisiasi, yakni : 5 Alasan Saya nggak Rajin Baca Parenting Books, Belajar Menjadi Ibu yang Waras dari GTM ,Kencan Setelah Punya Anak, dan Kerjaan Domestik : Sepele Tapi Bikin Senewen, dan yang terakhir Dari Sebel Jadi Kangen.


Temanya? Soal konflik anak-anak, terutama antarsepupu. Sudut pandang yang buibuk ambil boleh beda-beda ya, boleh nyeritain penyebab konflik antarsepupu di masa kecil, resolusinya. Belum punya anak? Mau nyeritain pengalaman zaman dulu dengan sepupu-sepupu buibuk? Boleee....

Tema ini diangkat karena sesuai dengan tema film anak-anak berjudul 'Kulari Ke Pantai.' produksi Miles Films. Karena bakal ada BANYAK hadiah berupa undangan nonton premier dan tiket menonton film ini.

Baca terus yang buibuk, supaya tahu detailnya.

....

....biasanya yang bikin konflik anak jadi panjang justru karena campur tangan ibunya. Yang berantem anak, ibu-ibu turun tangan, kemudian ibu-ibunya ikut musuhan
Saat yang paling saya tunggu-tunggu waktu kecil adalah liburan sekolah. Soalnya, dulu keluarga saya tinggal di luar Jawa dan menjadwalkan pulang kampung setahun sekali di libur sekolah ini. Saya senang banget karena liburan artinya... 'liat' kota dan ketemu sepupu-sepupu!

Dulu sih, setiap ke Bandung, saya dan keluarga menginap di rumah kakaknya nenek saya. Nah, kebetulan cucu-cucunya pun pada menginap di sana. Ada sekitar 12 anak, dari yang masih batita sampai kelas 6 SD. Jadi rame!

Saya sendiri berasal dari keluarga kecil, 'cuma' punya satu adik. Jadi ketemu dengan sepupu-sepupu ini kayak mendadak punya banyak kakak dan adik gitu. Untuk yang sudah SD (termasuk saya), hobinya kurang lebih sama, sih, baca buku, berkhayal dan main. Makanya saya seneng banget ketemu mereka. Kalau yang kecil-kecil, ya paling mainnya masih bareng orangtua masing-masing sih.

Kami adalah generasi novel-novelnya Enid Blyton. Jadi saya ingat betul, permainan yang sering kami mainkan adalah pura-pura jadi anggota Lima Sekawan yang menghadapi satu masalah yang harus dipecahkan bersama. Atau untuk yang cewek-cewek, pas malem-malem pura-pura jadi murid sekolah Mallory Towers yang sedang berpesta tengah malam.

Err, masih pada tau nggak sih seri detektif cilik novel Lima Sekawan atau Malory Towers? Kemarin pas ke toko buku sih saya liat dua buku ini masih ada, dengan cover yang tentunya beda dengan yang dulu. Untuk Lima Sekawan sila intip ini ya : https://id.wikipedia.org/wiki/Lima_Sekawan_(seri). Untuk Malory Towers : https://en.wikipedia.org/wiki/Malory_Towers.

Kedengerannya saya dan sepupu-sepupu saya klop banget ya? Pada dasarnya sih iya, tapi kalau pada mengira kami selalu hidup rukun damai dan harmonis selama liburan, ya enggak. Ada kok konfliknya, In fact, setiap hari pasti ada kejadian berantem. Ada yang pundung, ada yang musuhan, ada yang saling ngatain, ada yang nangis, bikin kubu-kubuan dukung A dan B, bahkan paling parah, ada yang berantem fisik, sampai tonjok-tonjokan dan lempar-lemparan kursi plastik. Itu saya. Eh.

Penyebab konflik? Macem-macem. Ada yang karena rebutan buku yang lagi dibaca. Ada yang ngerasa nggak adil dalam pembagian peran; ini untuk permainan Lima Sekawan ya, yang anggotanya cuma lima orang dan salah satunya itu Timmy, dalam wujud anjing peliharaan. Yang gede-gede pasti sudah nge-tek jadi Julian, Dick, George (saya!), Anne. Nah, yang umur nanggung, sudah bukan balita dan pengin ikutan, kami suruh jadi... Timmy. Dan kami perlakukan semena-mena sampai pundung. HAHAHA.

Terus baikannya gimana?

Enggak inget. beneran asli nggak inget. Tapi yang saya ingat adalah, kalau berantemnya pagi, sorenya, pas makan malem ya sudah akur lagi. Kami musuhan nggak pernah sampai 24 jam dan lucunya, pas sudah baikan, ya kondisi balik lagi seperti semula lalu nggak ada yang mengungkit-ungkit masalah yang sudah lewat.

Lalu, adakah peran orangtua dalam mendamaikan konflik kami? Kecuali untuk yang saya tonjok-tonjokan sih Enggak! Orangtua-orangtua kami selalu membiarkan kami menyelesaikan masalah sendiri, karena sebenarnya mereka pengin liburan juga. 

Anyway, biar pun konflik melulu, tapi nggak lantas bikin hubungan kami jadi renggang deh. Saya tetap menikmati bermain bersama mereka, dan saya tetap menantikan liburan sekolah, untuk bertemu mereka.

Setelah saya besar, ibu saya menceritakan alasannya tidak ikut campur dalam 'urusan' perkelahian kami. Dia bilang, pada dasarnya konflik itu baik buat anak-anak, membuat anak-anak belajar memecahkan masalah dengan orang lain, memperlakukan orang dengan adil, bekerjasama, berempati dan belajar komunikasi.

"Makanya, Mamah nggak ikut campur, kecuali yang pas kamu mau nonjok si Ria. Daripada sepupu kamu itu bonyok kan ya?"

Owkaaay....  :))))

So, conflict is actually good. Hm.

Lilo, putri saya, nggak punya pengalaman seru bareng sepupu-sepupunya sekarang, karena dia jadi yang pualing kecil di antara anak-anak seangkatannya. Bayangin, dia baru 2 tahun, sementara yang paling kecil yang di atas dia itu, sudah kelas 6 SD. Kejauhan.

Tapi, dia punya geng kok. Jadi, saya baru pindah ke rumah sendiri, setelah selama beberapa saat tinggal di pondok mertua indah. Dalam 3 bulan ini, Lilo punya empat teman yang kurang lebih seumuran lah. Paling bontot memang teteub dia, tapi jarak dengan yang lainnya ya nggak jauh-jauh amat.

Sama seperti saya dan sepupu-sepupu saya, mereka kadang klop, kadang berantem. Kalo lagi berantem, rasanya saya gatel pengin melerai, cuma saya menahan diri. Saya baru bakal turun tangan kalau sudah mulai ada adu fisik, yang sejauh ini belum pernah sih.

Saya pernah mengamati proses rekonsiliasi mereka. It's so good! Pasti akan ada satu orang yang jadi mediator. Ini yang paling tua sih, yang mencoba membujuk kedua pihak bermusuhan. Lalu mereka ngobrol. Dan, tadaa! Baikan dalam waktu paling tidak setengah jam.

Mungkin juga karena pada dasarnya anak-anak itu punya hati yang besar untuk memaafkan ya? :)

Kata ibu saya malah, biasanya yang bikin konflik anak jadi panjang justru karena campur tangan ibunya. Yang berantem anak, ibu-ibu turun tangan, kemudian ibu-ibunya ikut musuhan. Ribet. Haha.

....

Okeh, sebelum kita masuk ke cara mendapatkan hadiah, plus apa hadiahnya, kita liat cerita ringkas film ini ya :


Sam (Maisha Kanna), si anak pantai asal Rote-NTT, beserta Ibunya, Uci (Marsha Timothy), akan melakukan perjalanan darat berdua saja. Rencana perjalanan adalah dari Jakarta dengan tujuan akhir Banyuwangi, untuk menemui surfer idola Sam di pantai G-Land. 

 Namun, sehari sebelum keberangkatan, sepupu Sam, Happy (Lil’li Latisha), yang sangat berbeda dengan Sam, berulah saat kumpul keluarga di Jakarta. Di hadapan banyak orang, Happy merendahkan Sam. Ibu Happy, Kirana (Karina Suwandi) , meminta Happy ikut dalam perjalanan Sam dan Uci dengan harapan ia bisa mengenal & menghargai sepupunya lebih baik. 

Perbedaan keduanya membuat perjalanan darat dengan mobil menjadi penuh tantangan dan tidak sesuai rencana. Berbagai situasi tak terduga muncul dan berbagai karakter unik dan lucu mereka temui dalam perjalanan. Apakah Sam dan Happy akhirnya bisa saling menghargai satu sama lain?
Penasaran kan?

Untuk menambah penasaran buibuk. Ini trailer-nya


Sudah pengin ngajak anak-anak nonton nggak buibuk?

Well, no worries, karena Modyarhood kali ini mau milih 4 orang sebagai pemenang, yang masing-masing bakal dapetin 3 undangan nonton saat premiere atau screening.  Ada 12 tiket lho! Wohoo, bakal nonton duluan, sebelum filmnya diputar di bioskop! Lalu para pemenang ini bakal dapat tambahan berupa 4 buah voucher belanja untuk pemenang senilai @ IDR 250.000

Sama aja kayak ikutan modyarhood sebelum-sebelumnya

1. Tulis blog post dengan tema ini di blog buibuk.
2. Insert/embed trailer film ini  Dalam postingan buibuk.
3. Posting foto yang ngasih URL postingan buibuk dan tag/mention kami di Instagram. Jangan lupa beri tagar #Modyarhood
4. Tinggalkan komen dengan tautan ke posting buibuk di blog saya dan Puty
4. Deadline tanggal 11 Juni 2018