Laman

Rabu, Juli 10, 2013

Dikitik-kitik Kritik

Criticism, like rain, should be gentle enough to nourish a man’s growth without destroying his roots. - Frank A. Clark
Duluuuu banget saya pernah mampir di blog-nya Riri Sardjono, jauh sebelum saya berduet menulis untuk Time Will Tell; dan saya masih ingat satu posting dengan ilustrasi celengan babi.  Isinya tentang  kritik, yang pada intinya menceritakan bahwa Jeung Riri merasakan ‘ouch‘ saat membaca kritik tentang karyanya, yang ditutup dengan kalimat yang membuat saya nyengir lebar :  Gimanapun… I’m only human bukan celengan babi. Tulisan lengkapnya baca di sini ya : I am Only Human.

Anyway, tentu pernah dengar istilah ‘kritik membangun’ ya? Sering banget deh kayaknya istilah ini disebut; intinya, segala kritik tersebut tujuannya untuk membuat yang dikritik berkembang.

Pernah menghadapi kritik? Bagaimana rasanya? Jujur saja deh, nggak usah klise ‘Saya nggak masalah kok dikritik, kan demi kebaikan saya juga’. Pffft banget lah.

Kalau saya, secara pribadi, ketika menerima kritik, hal pertama yang saya rasakan, seperti ada panah yang melesat dan menembus dada saya ‘Jleb’, gitu rasanya. Lalu seluruh badan serasa panas dan perut mules. Kemudian saya sedih. Kalau misalnya kritik tersebut datang dalam bentuk tertulis, biasanya saya ulang baca, lalu rasanya seperti panah yang tadi menembus dicabut lagi, setelah sebelumnya diputar-putar di tempat dulu. Dan saya ulang baca lagi (dasar masokis!), di kali ketiga, tidak ada rasa ‘jleb’ apa pun, yang muncul justru perasaan defensif.

Setelah saya endapkan, saya pikir lagi, baru saya bisa memutuskan, apa kritik tersebut layak dipertimbangkan untuk pengembangan diri saya, atau nggak. Kalau nggak ya saya abaikan.

Semembangun-membangunnya kritik, ya tetap saja, kena kritik itu perih, Jendral. :))

Tapi ada satu hal yang saya percaya, tidak semua orang bisa berkembang dengan kritik. Ada lho, orang-orang yang justru menciut dan terdemotivasi gara-gara kritik.

Masih ingat betul deh cerita seorang kawan di masa sekolah dulu; ia selalu dapat nilai jelek dalam setiap mata pelajaran eksak dan hapalan, tapi bagi saya ia pintar – ia cuma nggak suka dua jenis pelajaran itu, dia sukanya musik dan olahraga.

Setiap guru selalu mengkritik nilai jeleknya, yang pada intinya bilang kalau sikapnya ogah-ogahan tersebut, ia nggak punya masa depan. Mungkin maksudnya baik, agar ia lebih giat belajar. Tapi kejadiannya ternyata nggak sesuai dengan yang diharapkannya, ia semakin malas belajar, lalu tinggal kelas. Sudahlah dia benci pelajaran sekolah, dia juga benci dengan guru-gurunya. Komplit.

Pada akhirnya ia pindah sekolah; di sekolah yang baru, ia masih sebal dengan pelajaran eksak dan hapalan, sih,  tapi kata dia, guru-gurunya nggak berkomentar apa-apa, mereka hanya memanggilnya seusai kelas dan bertanya ‘Kamu yang nggak ngerti di mana?’. Lalu mereka dengan rela menghabiskan setengah jam untuk memberi penjelasan. Di sekolah itu  ia juga aktif di kegiatan ekskul band dan softball. Dia happy, lulus sekolah dengan nilai yang nggak jelek.

Saya rasa banyak deh orang-orang yang serupa kawan saya, yang ketika dikritik, bukannya ‘terbangun’ tapi malah runtuh dan hancur berantakan.

Saya pernah mendengar berbagai macam cerita; ada yang kehilangan kepercayaan diri setelah dikritik, ada yang berhenti mengerjakan sesuatu karena dikritik. Ada yang tidak berani melakukan sesuatu karena takut salah dan dikritik. Ada yang kreativitasnya mendadak buntu.

Iya, kritik tidak membangun semua orang. Mereka yang berhati sensitif tidak cocok dibangun dengan kritik. Kamu-kamu yang sakseis melewati dan merasa terbangun karena kritik boleh kok nyombong : ‘Emang kritik itu cuma buat orang-orang yang bermental baja’, bebas. Tapi akuilah, ketika menerimanya, ada dong ya perasaan ‘jleb’, atau minimal perasaan tersengat? :P

Selain ‘kritik tidak untuk semua orang’, ada juga penyebab lain yang bisa mendemotivasi seseorang, yaitu cara mengkritiknya yang nggak banget.

Contoh :

(1) Mengkritik dengan kata-kata kasar. Ya siapa yang mau sih dikritik kasar macam ‘Emang kayak cewek lo, beraninya sama cewek, malu sama titit. ‘. Ini sudah kasar, seksis pula. :P

(2) Mengkritik di depan orang banyak. Bok, itu kritik tujuannya mau membangun atau mempermalukan sih?

(3) Kritik yang ‘menyerang’ orangnya, bukan apa yang dilakukannya. Misal, ‘Elo pengangguran ga guna, kerja dong. Bangun, tidur, makan, eek doang, ngabis-ngabisin jatah oksigen orang lain aja.’

(4) Ada yang memang mengkritik untuk menyakiti orangnya (Ada. Dendam pribadi sepertinya :D).

(5) Untuk menunjukkan bahwa yang mengkritik itu jauh lebih baik dari yang dikritik. Uh, ini ada pake banget. Ada orang yang pengin menunjukkan kalau mereka maha (pintar, cerdas, religius) dan mengkritik orang-orang yang tidak seperti mereka. Yang kayak beginian ada? Ada.

Biasanya 5 tipe kritik kayak gitu sama sekali nggak membangun, justru malah bikin berantakan. Daaan, biasanya lagi, itu tidak dilakukan karena kepedulian terhadap orang yang dikritik. Duh boro-boro deh mikirin supaya yang dikritik berkembang. Oh, ujungnya tentu tanpa solusi.

Saya pernah diajari cara ‘mengkritik’ atas nama kepedulian oleh ayah saya, kata beliau; lakukan kritik ketika kamu beneran perduli orang tersebut (dengan berbagai alasan, misal karena mereka orang terdekat/yang kita sayangi, atau bisa juga karena orang tersebut mempengaruhi pekerjaan/kehidupan kita), kalau nggak, ya sudah diam saja. Beliau menambahkan  kurang lebih, kalau mau mengkritik jangan lakukan di depan orang banyak, jangan bilang atau menuduh bahwa mereka salah, kasih poin plus dia sebelum mengkritik, spesifik – tidak melebar ke mana-mana, terakhir kasih masukan.

Dan berhubung kita nggak bisa membuat semua orang senang, buat yang menerima kritik, ya nggak perlu juga diterima dan ditelan dan jadi pikiran berbulan-bulan. Ada kok kritik yang patut didengar, ada yang enggak.

Pastikan aja, apa mereka yang mengkritik itu qualified? Misal, rekan sekerja kita yang merasakan langsung apa yang kita lakukan, kalau saya nih : mahasiswa yang memberi opini tentang cara mengajar saya, atau orang terdekat yang kita yakin sayang pada kita. Kalau orang yang kenal selewatan dan tidak ada hubungan dengan kita,  siape elu? Contoh tepat untuk jenis kritikus ini adalah semua yang mengkritik Syahrini begini-begitu, yeiy, siapa elu? :))

Pastikan juga, mereka menggunakan kalimat yang tidak kasar dan tidak menyerang kamu, secara personal. Bok, orang yang sarkastik dan menyerang, tujuannya bukan untuk membangun, tapi untuk menjatuhkan. Abaikan.

Pastikan lagi, obyektivitasnya dan kebenarannya. Ada dong jenis kritik yang subjektif dan berdasarkan selera banget. Contoh ecek-ecek-nya nih :  cewek itu bagus rambutnya panjang, rambut pendek gitu jelek. :P

Pada akhirnya…..

err, saya bingung mau menutup tulisan ini gimana. Sudah ngantuk  pula. Jadi ya gitu deh, kritik itu memang mengkitik-kitik lah pokoknya. :))

Selasa, Maret 05, 2013

Slaah Keitk Bahaya

Suatu hari saya melihat status Facebook yang ditulis oleh kawan saya. Dia bilang : Thank you for supporting our pubic library.Sebagai mahluk yang suka memvisualisasikan tulisan atau ucapan, saya yang saat itu sedang minum teh hampir menyemburkan teh saya.

Pubic Library. Aduh serem, membayangkan sebuah gedung atau tempat yang dipenuhi oleh wilayah pinggang-pinggul-kemaluan lengkap dengan rambut-rambutnya, yang ditata rapi di rak-rak kayu. Organ tubuh tersebut boleh dipinjam, dan dikembalikan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan.

-___-

Slaah Keitk (Salah ketik), atau istilah keren yang sering dipakai adalah typo. Kamu pernah? Pernah dong ya, masa nggak? Terutama kalau mengetik di handphone.

Saya pernah.

Tapi kalau diperhatikan, jadi semakin sering semenjak saya memakai telepon layar sentuh DAN saat saya mengetik pesan dengan tidak fokus,  misalnya saat saya di tengah mengerjakan hal lain, tiba-tiba dapat pesan yang harus segera dibalas.

Iya sih, salah itu manusiawi; sebab kesempurnaan hanya milik yang Kuasa, ketidaksempurnaan milik manusia *Berubah jadi Bunda Dorce*. Harusnya slaah keitk dimaklumi. CUMA, ada nih slaah keitk yang fatal, yang kalau terjadi bikin arti kalimat jauh berbeda. Apalagi buat yang suka memvisualiasikan tulisan/ucapan (kemudian bikin skenario lanjutan). :))

Salah satu contoh slaah keitk yang sering saya lakukan adalah, saat mau mengetik tiket jadi toket. Saya pernah mengirim pesan pada kawan saya, ceritanya saya nggak jadi  keluar untuk beli tiket satu pertunjukan, saya tulis

Gw ga sempet keluar juga euy. Mo beli toket online aja?