Laman

Sabtu, Oktober 31, 2015

'Nggak Waras' Berjamaah

sumber
“Never underestimate the power of stupid people in large groups.” ― George Carlin

... Lalu kawan lain, Si manis berhijab syari, diteriak-teriaki ‘Bu Haji, cantik banget, bu Haji! Jadi pengin dibawa pulang’
Di media sosial, saya memutuskan untuk menghindari segala bentuk konfrontasi, pokoknya apa pun yang terjadi, apa pun isunya, nggak usah ikut-ikutan heboh. Terakhir kali cuma saat pilpres, sesudahnya saya mengambil sikap masa bodoh. Kayaknya kalau melihat update berita sosial politik terkini, rasanya dingin dan lewat-lewat saja. Seringnya cuma 'Oooh.', lalu scroll-scroll, lewat, lupa. Lagi pula belakangan ini, saya sedang jarang online juga sih. :)

Namun, semasa bodoh-masa bodohnya saya, kadang-kadang ada juga sih topik-topik tertentu yang bikin saya kesal, kemudian nyolot.  Salah satunya adalah status sebuah Facebook Group, yang menulis soal pakaian perempuan. Tanpa mengklik tautannya, sudah ketebak lah ya, pokoknya semacam 'anjuran' untuk memakai pakaian tertutup. Kesannya sih baik, agar perempuan terhindar dari pelecehan seksual, tapi nadanya itu lho,  menyudutkan perempuan-perempuan yang tidak berpakaian tertutup.

Saya kepancing, dong. Padahal saya bukan sejenis ikan. *halah*

Maka saya pun meninggalkan satu komentar, karetnya dua, alias pedas.



Tak lama setelah itu, tiba-tiba seorang kawan, mengirim pesan melalui Whatsapp; mungkin ia melihat komentar nyolot saya.

Katanya : 'Yang kayak gitu, ngapain sih ditanggepin? Biarin aja, yang waras ngalah! Nggak akan ada kelarnya kalau adu argument sama mereka…'

Saya jadi cengengesan membaca pesannya dan teringat akan satu quote dari Mark Twain

'Never argue with stupid people, they will drag you down to their level and then beat you with experience.'
Lalu, saya kembali mengintip berbagai macam komentar di status yang bikin saya panas tadi. Semuanya berisi adu argumen antara yang pro dan yang kontra. Baik yang pro, mau pun yang kontra, ada yang bisa mengemukakan opininya dengan santun, tapi ada pula yang penuh emosi. Tapi satu kesimpulan yang saya dapat, adu argumentasi itu nggak akan kelar-kelar.  :))

Cumaa, saya kok jadi kepikiran, seberapa sering sih kita mendengar orang bilang ‘Yang waras ngalah’?

Tak terhingga, kalau saya sih.

Satu sisi saya setuju, dengan alasan, daripada ngotot lalu frustasi sendiri. Tapi di sisi lain, saya kok jadi mikir; seandainya semua yang ‘waras’ ngalah, yang ‘nggak waras’ kemudian akan berkeliaran dan merajalela, bahkan bisa kayak zombie, menulari yang lain-lainnya dong?

Untuk pendapat bahwa pelecehan terjadi karena pakaian minim, apa jadinya kalau orang-orang yang kontra mengalah?

'Anjuran' berpakaian tertutup ini nggak bisa lepas dari dikotomi perempuan 'baik-baik' dan perempuan 'nakal'. Mereka yang berpakaian tertutup masuk ke dalam kategori baik-baik yang harus dimuliakan, dijaga dan tidak disakiti, sementara mereka yang berpakaian terbuka, boleh diperlakukan sesuka hati, karena perempuan-perempuan itu pakai baju minim, perempuan-perempuan itu yang minta.

Mulai kebayang, kan?

Ketika tidak ada yang melawan pendapat seperti itu, maka
  • Akan semakin banyak orang yang tidak merasa ada yang salah dengan mereka ketika mereka  menyuit-nyuiti, menyentuh pantat, meremas payudara dan melakukan perbuatan tidak menyenangkan lain pada perempuan berpakaian minim. Bok, itu salah banget lho, kalau sampai ngerasa hal itu wajar. Oke, misalkan, gara-gara pakaian minim mereka jadi mikir jorok, ya nggak apa-apa, tapi kalau kemudian pikiran tersebut diwujudkan dalam bentuk perbuatan tak menyenangkan? Itu sakit.
  • Setelah ‘merasa diizinkan’ untuk berbuat sesuka hati pada mereka yang tidak berpakaian tertutup, akan semakin banyak pula orang yang akan berlindung di balik alasan 'Abis bajunya gitu sih, berarti dia memang minta dilecehkan'. Bahaya itu, apa lagi kalau sampai pihak yang berwajib, yang seharusnya melindungi masyarakat, memiliki pola pikir yang sama. Segala kasus pelecehan tidak akan pernah tuntas diselesaikan, BAHKAN bisa saja, ketika korban melapor, mereka akan dilecehkan juga.
  • Akan semakin banyak orang menganggap perempuan, baik yang berbaju minim, dan seluruh perempuan pada umumnya adalah objek
  • Masyarakat lama kelamaan menjadi terbiasa dengan perilaku melecehkan dan menyakiti perempuan. Lihat saja faktanya di lapangan, apakah yang diperlakukan tidak menyenangkan itu hanya mereka yang berpakaian minim? Enggak kan? Kawan saya yang memakai baju gedombrangan plus serba tertutup diremas payudaranya. Lalu kawan lain, si manis dan berhijab syari, diteriak-teriaki ‘Bu Haji, cantik banget, bu Haji! Jadi pengin dibawa pulang’. Belum lagi kasus-kasus pelecehan pada anak kecil bahkan nenek-nenek sekali pun.
  • Orang semakin tidak tahu bahwa tubuh perempuan bukanlah milik publik. Mau tubuh itu tertutup mau pun terbuka, ya bukan milik bersama yang boleh diperlakukan seenaknya dong! Analoginya gini, apakah kita boleh menjebol mobil mewah milik orang lain yang diparkir di tepi jalan lalu pakai alasan ‘Abis mobilnya kinclong bener sih. Kan jadi gemes pengin bawa pulang.’

Sungguh gawat kalau orang-orang seperti itu berkeliaran dalam masyarakat. Sekarang saja kondisinya sudah ngeri, sampai ada seorang bupati yang konon pernah bilang Perempuan Tak Berpakaian Syariah Layak Diperkosa, sampai juga ada Perda  yang tak ramah perempuan. Saya sih nggak kebayang, kalau misalnya kondisi menjadi lebih buruk lagi.

Lepas dari permasalahan baju perempuan, sekarang juga lagi banyak bermunculan opini-opini radikal dodol yang memecah belah kerukunan beragama tuh kan? Ini juga sama seremnya nggak sih, kalau yang waras ngalah juga?

:-/



2 komentar:

JengMayNot mengatakan...

Makanya kan, itu sebabnya gw senantiasa ngasah silet ;-) Bukan buat memenangkan adu argumen (itu sih udah pasti menang gw! LOL), tapi untuk memberi sisi lain ... biar yang masih rada waras mikir πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

Unknown mengatakan...

Halo mbak Okke..
Suka banget sama postingan ini
Kebetulan saya perempuan dari golongan bukan dengan pakaian "tertutup" meskipun juga nggak pakai yang terbuka-terbuka amat.
Steriotipe perempuan baik-baik adalah dengan pakaian tertutup sudah biasa mbak.Biasa banget. Dan makin lama makin terbiasa.
Karena emang jarang ada yang berani komentar dengan karet dua karena takut kalo sudah menyangkut masalah kaidah.
Lama-lama jadi kebiasaan.
Bahkan ditayangan televisi Indonesia. Kalo perempuan dengan peran protogonis selalu digambarkan dengan pakaian tertutup (meskipun sehari-hari artisnya gak pakai pakaian tertutup) dan peran antagonis selalu digambarkan dengan perempuan dengan pakaian terbuka.