Laman

Kamis, Desember 07, 2017

#Modyarhood : 5 Alasan Saya Nggak Rajin Baca Parenting Books.


"No matter how much time you spend reading books or following your intuition, you're gonna screw it up. Fifty times. You can't do parenting right." - Alan Arkin

....Ketika membaca filosofi parenting yang begitu ideal, berusaha menerapkannya dan lebih sering gagalnya daripada berhasil, maka saya merasa gagal jadi orangtua.
Jadi, saya dan Puty lagi bikin project bareng yang mudah-mudahan berkelanjutan. Kenapa kata 'mudah-mudahan' dikasih underline? Yah, tahulah, mamak-mamak slash blogger boleh berencana, namun waktu(dan mood)-lah yang menentukan. Eh atau ini saya doang ya?

Intinya sih, project ini adalah ngeblog di blog masing-masing dengan topik tertentu gitu, dan namanya adalah : Modyarhood, dengan tagline : biar modyar yang penting tetap yahood. #Eaaaak

Catatan : nama dan tagline semuanya dari Puty lho. Bukan dari saya. :))))

Setelah itu, kami mengajak buibu lain yang juga punya blog untuk mem-posting hal yang sama di blog masing-masing.

Dan topik pertama Modyarhood : tentang parenting books bagi orangtua. Kan, ada ya orangtua yang rajin banget update pengetahuan soal parenting dengan baca-baca buku parenting. Dan ada juga yang enggak.... kayak *uhuk* saya.


Iya, saya termasuk jarang baca buku parenting. Bukannya nggak pernah sih, pernah, kok. Beberapa kali. Dan saya --- si ibu yang baru beranak satu dan masih sering clueless soal gimana cara jadi ibu yang baik --- memang dapat banyak sekali pengetahuan soal parenting dari sana. Tapi itu nggak membuat saya jadi ketagihan memperkaya pengetahuan saya soal parenting melalui buku.

Kenapa?

(1) Not my type of books  
Jujur nih, sejak zaman ((( masih gadis ))) saya memang nggak begitu demen buku-buku jenis psikologi, pengembangan diri, motivasi dan sejenisnya. Buku-buku nonfiksi tipe saya adalah buku-buku sosial, budaya, art and craft. Sudah. Jadi, memang buku-buku parenting itu kayak nggak punya magnet bagi saya.

Pengakuan : buku parenting yang saya punya (yang jumlahnya cuma dua itu HAHA) nggak pernah ada yang habis saya baca. :D

(2) Bikin nggak fleksibel jadi orangtua.
Segala macam filosofi parenting di dalam buku parenting itu diklaim berdasarkan dari riset para expert, sudah teruji dan terbukti berhasil. Hal ini membuat kita berpikir bahwa filosofi tersebut adalah filosofi ter-ideal, yang jika diterapkan dalam pola asuh kita, maka sudah pasti berhasil membuat masa depan anak kita gemilang; sudah jaminan mutu.

Kalau saya sih, jadinya saya bersikap begitu kaku, pengin menerapkan plek, filosofi parenting yang saya baca.

Sementara, dari pengalaman dan pengamatan seumur jagung saya sebagai orangtua, ternyata banyak jalan menuju Roma. Banyak cara untuk mendisiplinkan anak tanpa kekerasan, banyak cara untuk bikin anak nggak GTM, banyak cara untuk menangani temper tantrum. Anak nggak mesti tidur sekian jam dalam sehari, kalau hari ini kurang tidurnya, biasanya besoknya dia akan menyesuaikan.

Saya sih merasa, trik-trik 'menangani' anak itu semacam trial and error, dengan sejuta kemungkinan. Satu nggak berhasil, coba lagi yang lain. :))

(3) Bikin kita berasumsi yang nggak-nggak (dan over-analyzed) tentang perilaku/kondisi anak.
Buku-buku parenting sering sekali membuat klasifikasi-klasifikasi kondisi dan perilaku anak lengkap dengan ciri-ciri, cara mencegah dan cara penanganan. Nah, ini yang bikin saya jadi terlalu mengamati gerak-gerik anak saya. Mending cuma sampai mengamati thok, pada kenyataannya sikap ini berlanjut jadi sok menganalisa ala-ala expert dengan panduan teori buku parenting  (ditambah dengan teori-teori dan asumsi sendiri)

Setelah berasumsi, kemudian menarik kesimpulan sendiri, lalu panik karena menganggap kondisi anak kita termasuk abnormal. Padahal sebenarnya enggak. Lagi-lagi berdasarkan pengamatan dan pengalaman sebagai orangtua yang masih minim juga, saya sih melihat, variasi kondisi anak benar-benar luas, nggak ada yang ajeg. Bahkan kondisi tertentu di satu hari, mungkin saja akan berbeda di hari berikutnya. Satu saat ia manis banget, lain waktu dia temper tantrum nggak kelar-kelar. Hedeuh.

(4) Bikin kita percaya bahwa ada yang salah dengan anak kita (dan memberinya label).
Ini berkaitan dengan poin sebelumnya, ketika kita membaca buku parenting dan menemukan beberapa ciri-ciri yang ada dalam klasifikasi di dalamnya cocok dengan anak kita, tetiba kita jadi yakin anak kita 'salah'. Jatuhnya jadi melabeli sih. Misal, ketika anak saya mogok makan di satu kurun tertentu, di salah satu buku yang saya baca, pernah disebutkan bahwa memang ada tipe anak yang makan untuk hidup dan hidup untuk makan, maka saya langsung melabelinya sebagai 'anak yang makan untuk hidup'.

Padahal ternyata enggak, sekarang dia doyan bener makan. Sampai sekarang saya tetap nggak tahu kenapa waktu itu dia GTM. Anak-anak itu memang sulit dimengerti. Duh. :))

(5) Bikin kita ngerasa gagal jadi orangtua.
Nah ini dia! Ini yang sering banget saya rasakan. Ketika membaca filosofi parenting yang begitu ideal, berusaha menerapkannya dan lebih sering gagalnya daripada berhasil, maka saya merasa gagal jadi orangtua. Kadang saya berpikir, aduh, kalau saya gagal melakukan cara ini, ntar gimana karakter anak saya di masa depan?

Padahal kalau saya lihat-lihat, saya, partner saya, orangtua saya, orangtua partner, bapak saya, ibu saya, bapak mertua saya, ibu mertua saya, dibesarkan tanpa terlalu banyak teori dan filosofi parenting. Kami semua aman-aman saja hidup sebagai manusia dewasa. At least, kelihatannya aman sih. :)))

Gitu deh, kenapa saya termasuk jarang baca buku parenting.

Jadi, untuk mengetahui pola asuh yang baik buat anak saya gimana, atuh? Saya kombinasikan dan adaptasi antara intuisi, pengetahuan dari ibu-ibu senior macam ibu saya dan mertua saya, diskusi dengan ibu-ibu yang seumuran yang lebih up to date soal parenting.

Gitu.

Jadi, buibu jenis orangtua yang suka baca parenting books kayak Puty, atau yang pemalesan kayak saya? Eh, baca juga posting Puty dengan topik yang sama di sini ya : http://told.byputy.com/2017/12/07/modyarhood-4-pelajaran-penting-dari-buku-buku-parenting/

Tidak ada komentar: