Laman

Senin, Juni 01, 2015

[Keseharian] Ruginya Minta Oleh-oleh

“I’m going on vacation. I’ll bring you back a souvenir suitcase. It’ll be full of love, but otherwise appear to be empty.” ― Jarod Kintz
….kalau misalnya ia membawakan oleh-oleh karena sebelumnya kamu sudah nodong duluan, kebayang nggak niatnya apa? Iye, kepaksa-karena-nggak enak.
Untuk sementara saya nge-blog-nya di sini dulu ya? Yang ono lagi bermasalah.:D

Jadi, satu hari beberapa orang kenalan yang berasal dari luar Bandung bilang kalau mereka ingin membeli sesuatu sebagai buah tangan bagi keluarga mereka di rumah. Satu-satunya yang terpikir dalam benak adalah mengantarkan mereka ke toko oleh-oleh Bandung.

Sambil menunggu mereka memilih segala jenis keripik, kerupuk, dodol-dodolan, brownies, pisang molen dan entah apa lagi, saya pun berkeliling. Di antara segala makanan khas Bandung, saya menemukan berbagai macam makanan khas daerah-daerah lain. Ada bakpia ala Jogja, ada pie susu ala Bali, ada brem Cap Suling Gading Asli yang di packaging-nya ditulis 'oleh-oleh khas Madiun', ada bika Ambon, ada pancake durian.

Saya jadi geli sendiri dan mendapat satu ide brilian *halah*. Pokoknya kalau lain kali saya mau jalan-jalan dan ada yang minta oleh-oleh, saya akan membelinya di tempat ini. :D

Ngemeng-ngemeng soal oleh-oleh, pengakuan nih ya : saya nggak suka banget kalau ada orang yang minta oleh-oleh. Sebel banget. Apalagi kalau orangnya dekat juga nggak DAN yang minta banyak. Bukannya saya nggak pernah beli oleh-oleh ya, pernah kok, tapi cuma buat orang-orang yang saya anggap spesial saja.

Alasan terutama saya kesel sama orang yang minta oleh-oleh, ya karena (nge)repot(in). Titik.



Ketika bepergian, saya termasuk penganut prinsip light traveling, nggak demen banget deh, ribet-ribet bawa gembolan anu-anu. Saya selalu mengusahakan bawaan saya seminimalis mungkin agar badan mudah bergerak. Nah dengan adanya titipan-titipan tersebut, terkadang bikin saya harus membawa segala yang namanya kantong kresek, kardus atau bahkan sampai membeli tas khusus lagi.

Lalu, kalau bepergian, alih-alih berbelanja, saya lebih senang merasakan pengalaman berinteraksi dengan alam atau masyarakat lokal. Kalau ketitipan oleh-oleh, kan ujung-ujungnya saya harus menyisihkan waktu untuk menyambangi tempat belanja yang nggak berapa suka karena crowded.

Karena tahu gimana ribetnya ketitipan oleh-oleh, maka saya pun nggak pernah nitip apa-apa kalau ada yang mau pergi. Kalau dibawain ya syukur, kalau nggak ya nggak apa-apa.

Anyway, saya pernah membaca tulisan blog seseorang yang membahas bagaimana tradisi meminta oleh-oleh itu merepotkan orang yang sedang bepergian, ya kurang lebih sama lah, dengan yang sudah saya sebutkan di atas.

Tapiii, selain merugikan yang bepergian, sebenarnya meminta oleh-oleh juga merugikan mereka yang minta lho!

Kalau misalnya kamu meminta oleh-oleh pada mereka yang bukan orang yang dekat dengan kita plus memintanya nggak spesifik (eh kalau spesifik mah, nitip kali ya namanya? Haha), kemungkinan besar mereka akan membawakan benda yang tidak sesuai selera kita. Jadinya? Ya nggak kepake.

Kalau misalnya bersamaan dengan kamu, banyak juga yang meminta oleh-oleh, atas alasan ekonomi, tentu saja orang yang bepergian tersebut akan mencari barang yang murah-meriah-pokoknya-semua-dapat. Sementara, barang-barang yang kayak gitu, rusaknya mudah. Belum kepake, sudah jebol, lepas, patah. Nggak kepake lagi deh.

Kalau barang-barang oleh-oleh tersebut sudah bisa ditemukan di kota kamu, ngapain nitip sih? Ya seperti bika Ambon Medan (bika Ambon kok, dari Medan. Kehilangan jati diri) yang saya temukan di toko oleh-oleh Bandung. Bukan hanya makanan, ada beberapa benda khas daerah tertentu yang bisa ditemukan di kota kita sendiri, seperti batik, tenun-tenunan, air zamzam, dan benda-benda khas oleh-oleh naik haji lainnya.

Iya, memang, soal oleh-oleh, jangan dilihat dari barangnya, tapi lihat dari niat sang pemberi. Tapi kalau misalnya ia membawakan oleh-oleh karena sebelumnya kamu sudah nodong duluan, kebayang nggak niatnya apa? Iye, kepaksa-karena-nggak enak. Mungkin pas nyari barang-barangnya sambil kzl atau misuh-misuh. Tuh, kerugian berikutnya, oleh-oleh tersebut mengandung kesebalan. Kalau kamu keseringan minta, mungkin saja untuk perjalanan berikutnya dia nggak akan bilang-bilang sama kamu. :))

Jadi, mari hilangkan budaya minta-minta oleh-oleh! Karena pada dasarnya, kalau kamu memang istimewa buat orang yang bepergian, orang tersebut pasti akan bawain oleh-oleh kok, walau pun kamu nggak minta. Dan pasti juga saat memilih dan membeli barangnya penuh pertimbangan, dengan tujuan agar kamu senang.

Kalau nggak dibawain ya berarti kamu nggak spesial buat dia. :D



Tidak ada komentar: