More belongs to marriage than four legs in a bed.
Rainer Maria Rilke
"Kamu udah pacaran belum, Nis?"
Tiba-tiba terdengar pertanyaan saat saya sedang menunggu antrian obat di apotik. Perlahan saya pun mengangkat pandangan dari ponsel dan menoleh; tampak dua orang ibu dan seorang remaja berseragam putih biru di samping saya.
Remaja tersebut menggelengkan kepala sembaru tersipu-sipu malu.
"Ah, ntar mah kalau Nisa udah mulai pacar-pacaran, saya kawinin aja lah, biar nggak zina..." sambar ibu yang satunya; ya saya duga adalah ibunya.
Kedua ibu tersebut tertawa terkekeh, sementara sang remaja semakin tersipu.
Dan reaksi saya
via GIPHY
Pertanyaannya, anak sekarang mulai pacaran umur berapa sih? Saya pernah lihat foto yang konon anak SD dengan pasangannya, dari caption-nya saya tahu bahwa mereka sedang merayakan 4 bulan anniversary-nya (well, empat bulan kok anniversary, jangan tanya saya).
Yang bener aje, kalau anak masih belasan tahun, kemudian disuruh kawin, gara-gara ia pacaran? Kelar sudah kehidupan.
Ini mengingatkan saya dengan satu akun dakwah remaja yang tanpa sengaja saya temukan saat iseng menelusuri akun Twitter. Saya sudah lupa sih, nama akunnya. Ceritanya, akun tersebut mau memfokuskan diri ke topik relationship remaja yang sehat. Buat saya, topiknya positif.
Scrolling, scrolling, di akun tersebut saya menemukan pesan larangan untuk pacaran bagi remaja, karena pacaran rentan dengan perzinahan.Saya masih menganggap itu positif, karena iya, berhubungan seksual itu adalah hal yang harus dilakukan secara bertanggung jawab, nggak semudah beli cilok di pinggir jalan. Kalau beli cilok kan murah, risiko yang didapat sekadar enak atau nggak enak (bisa juga plus ke dokter karena mules sih); sementara berhubungan seksual, ya nggak segampang itu.
Cuma yang bikin saya nggak sreg adalah pesan-pesan untuk menyegerakan menikah. 'Daripada pacaran lalu zinah, mending menikah saja'. Pesan-pesan tersebut menggunakan bahasa khas remaja, galau-galau 'Mau dong, dihalalin sama kamu!'
Lah?
Itu kan aku remaja yes? Dengan memberi pesan semacam itu, sama saja menyuruh remaja-remaja menikah kali nggak? Ini mereka men-support teen marriage apa gimana sih? Mana followers-nya banyak pula! Dan benar saja, followers-nya semacam mengamini untuk menikah cepat-cepat. Dari beberapa akun followers yang saya iseng selidiki, umur mereka paling nggak SMU, lah!
Salah satu posting media sosial akun tersebut menanyakan 'Alasan menikah muda', yang kemudian dijawab oleh para followers.
BACA JUGA : Tentang Menikah dan Menjadi Voltes 5
Saya, setidaknya menemukan 7 alasan menikah muda jawaban dari followers akun tersebut, dan akan menuliskan argumen saya untuk meng-counter-nya. BTW, ini konteksnya menikah di usia remaja ya? Usia sekolah lah. Nggak ngomongin menikah muda di usia awal duapuluhan, saat sudah selesai kuliah.
(1) Sudah Cocok
Kecocokan di masa remaja itu semu! Saat kita masih belasan, sekolah di sekolah yang sama, punya aktivitas ekskul sama, teman-teman yang sama, kita emang bakal merasa punya banyak kesamaan dengan pacar. Jangan langsung menyimpulkan cocok atau jodoh. Karena, begitu keluar dari lingkungan sekolah, belum tentyu perasaan tersebut masih sama. Kalau kawin kita kan nggak bawa teman-teman ekskul basket dan teman-teman cheerleaders kita kan ya?
Buat yang sudah melewati masa SMP atau SMU, coba ingat-ingat pacar atau gebetan masa itu. Pernah berpikir 'ya ampun, kok bisa sih gue pacaran/suka sama orang ituuu?'?
Saya sih... Sering! BHAHAK!
BACA JUGA : Nikah Bukan Sumber Kebahagiaan
(2) Rezeki Sudah Ada Yang Atur
Akan selalu ada jawaban demikian kalau ditanya 'ngidupin keluarga duit dari mana?'. Well, iya, rezeki emang ada yang ngatur; tapi kalau kita kawin saat belum punya penghasilan yang memadai, sapose yang biayain? Orangtua kan ya?
Oke, orangtuanya mampu, tapi selama kehidupan lo masih di-support orangtua, selamat itu pula kita nggak akan bisa jadi keluarga yang mandiri. Sementara kemandirian ketika berkeluarga itu suatu keharusan. Kemandirian di sini maksudnya kebebasan menentukan gimana cara dan gaya lo menjalankan kehidupan berkeluarga.
Bisa-bisa kita nggak bisa ____( Isi dengan apa pun aktivitas atau rencana impian kita bersama suami di sini), karena kata mami nggak boleh. Yeuk.
(3) Biar nggak zina.
Jadi, dear, biar nggak melakukan perbuatan zina, kuncinya adalah... menahan diri. Atau menyibukan diri. Bukan kewong. Nikah itu adalah solusi instan supaya nggak zina, tapi ya kalau kita masih remaja, pasti bakal bawa lebih banyak masalah lagi, kali nggak? Ibaratnya, karena takut nggak lulus UN, maka solusinya... nggak usah sekolah.
Lagipula, pernyataan 'nikah biar nggak zina' ini mengesankan seolah-olah kehidupan kita sangat nggak produktif, jadinya yang kepikiran masalah seksual doang.
Bocoran saja, dalam pernikahan yang kudu diurusin bukan urusan seks doang, lho! Bahkan dorongan seksual yang begitu menggebu sebelum nikah, begitu sudah nikah jadi biasa aja. HA!
(4) Biar beda umur sama anak nggak jauh, jadi pas dia remaja kita bisa hang out bareng.
Oke. Tapi begitu punya anak, seluruh energi dan kehidupan kita bakal terhisap oleh urusan anak. Sulit untuk memikirkan hal-hal lain. Sementara, di usia remaja, harusnya kita itu senang-senang. Ih, emang enak ga bisa badung-badungan dini? Emang asoy nerima beban tanggung jawab memelihara dan membesarkan anak, menghidupi keluarga, sementara di luar sana, teman-teman kita sibuk traveling atau buka usaha clothing dengan teman-teman kampus atau melakukan hal-hal asik nan keren lainnya?
BACA JUGA : Apa Yang Tidak Orang Ceritakan Tentang Punya Anak.
(5) 'Kalau Sudah Cinta dan Serius, Nunggu Apa Lagi?'
Pernah dengar quote-nya Khaled Hosseini : 'Marriage can wait, education cannot'?
Yes, sekolah dulu aja. Sekolah di sini bukan cuma sekolah formal sampai meraih gelar S-sekian ya? 'Sekolah' yang saya maksud adalah tempat membekali diri dengan ilmu dan skill.
Kenapa penting? Ya demi kesejahteraan juga. Nggak bisa dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan dan/atau semakin banyak punya skill, maka urusan mencari kerja itu bakal lebih mudah. Pemberi kerja pun akan menggaji lebih mereka yang berpendidikan dan berketerampilan khusus, dibandingkan dengan yang nggak bisa apa-apa.
Bahkan untuk perempuan pun harus berpendidikan. Why? Worst case scenario, nih : kita dicerai, atau suami kita di-PHK, atau suami kita meninggal, atau sakit berat sampai nggak bisa kerja. Kalau kita nggak punya pendidikan/keterampilan, kelar idup lo.
Lagian, kalau suami dan istri sama-sama punya penghasilan, enak kok. Nyicil rumahnya jadi ga berat. Serius!
Eh jadi tsurhat. :))
(6) Membahagiakan orangtua dengan memberi cucu.
Ini absurd deh, alasannya. Yang saya tau, orangtua saya itu bahagia kalau hidup saya nggak ribet dan susah (atau ngeribetin dan nyusahin orang lain). Dan saya rasa orangtua yang lain pun demikian.
Iya, punya cucu, tapi ngeliat keluarga anaknya hidupnya riweuh gara-gara menikah remaja.... apa mereka nggak sedih ya?
(7) Kondisi alat reproduksi perempuan masih prima saat muda, jadi bisa cepat hamil.
Ya tapi nggak hamil di usia belasan juga kali nggak? Saya pernah baca, CMIIW, bahwa hamil di usia dini risikonya banyak, antara lain : low birth weight, kelahiran prematur, anemia, dan potensi kena post partum depression-nya lebih gede.
Kurang lebih seperti itu deh, alasan-alasan menikah remaja dan jawaban gue untuk meng-counter pernyataan-pernyataan tersebut.
Anyway, walau pun saya masuk dalam tim 'Pacaran nggak apa-apa, asal tanggung jawab' dan menganggap masalah hubungan seksual nggak bertanggung jawab yang dilakukan remaja bisa dipecahkan dengan sex education, tapi saya nggak mengkritisi kepercayaan 'Jangan pacaran karena potensi zina-nya gede', nggak, saya apresiasi kok, kepercayaan itu.
Tapi ketika kemudian kepercayaan tersebut digunakan untuk mengkampanyekan menikah sangat dini, ya jadinya salah besar.
Hanya sekedar ide buat institusi mau pun individual yang mensupport kepercayaan jangan pacaran, kenapa kontennya nggak diarahkan ke arah pendidikan dan pengembangan diri?
Contoh :
Buat apa pacaran, mending sekolah (atau meraih prestasi) aja. Pacar bisa bikin imanmu mundur, pendidikan bikin kamu maju.
Atau :
Nggak usah mikirin pacar, sempurnakan iman dan ilmu kamu sebelum ketemu calon (suami/istri), niscaya ketika waktunya kalian bertemu Dan nikah, kehidupan bahagia.
Pada akhirnya, wahai dedek-dedek gemes, Please, grow as much as you could, seriusan. Nggak akan nyesel kok, kalau nunda pernikahan sebentaaar aja. Karena menikah itu bukan cepet-cepetan, tapi lama-lamaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar